Aku Menikah Bukan untuk Sebuah Rumah yang Rapi, Tapi Karena Istriku Siap Menemani Hingga Aku Mati

 Assalamu'alaikum kawan

Kali ini aku hanya ingin membagikan sebuah postingan sederhana yang kutemukan Senin pagi tadi di laman Facebook Ustadz Wijayanto yang kemudian mengarah pada link
http://www.beranihijrah.org/
 
Entahlah, aku hanya tertarik pada judulnya tapi semoga saja kalian tertarik pula untuk membacanya.

Sebuah kisah langka yang mendapat apresiasi tinggi

Maka, ketika Clint Edwards menceritakan kisahnya sebagai seorang suami yang berani membela istri saat dikritik oleh mertua soal rumah yang tidak rapi, saat itu juga dia menjelma menjadi sosok suami langka, yang dengan sigap dan terbuka berani menjadi perlindungan terkuat untuk istri tercintanya.
Kisah heroiknya itu ia bagikan di Facebook sebagai sebuah status sederhana, yang tanpa membutuhkan waktu lama untuk menjadi viral dan menerima banyak apresiasi positif dari netizen.
Dalam status bertanggal 21 Agustus itu, Edwards menulis:

(Terjemahan ini saya sesuaikan sedemikian rupa agar #SobatInovasee lebih mudah dalam memahami).
Beberapa minggu yang lalu, aku ngobrol dengan ibuku lewat telepon. Dia bertanya, “apa kamu tidak merasa terganggu karena Mel tidak bisa menjaga rumah tetap bersih dan rapi?”
Saat itu hari Sabtu, aku sedang mencuci piring. Dan aku tidak tahu harus menjawab apa. Ibuku menanyakan hal itu tidak secara negatif, hanya penuh rasa ingin tahu dan penasaran saja.
Ibuku tahu rumahku memang tidak rapi. Tapi, tugas merapikannya bukan hanya kewajiban Mel saja.
Aku melihat pernikahanku sebagai sebuah partnership. Jadi, merapikan rumah juga adalah kewajibanku juga. Ku akui, seringkali ada mainan berserakan, piring kotor di wastafel, atau tugas yang belum selesai di atas meja.
Aku juga mengakui, rumahku tidak serapi dan sebersih rumah ibuku. Tapi hal itu tidak pernah mengangguku. Sebenarnya, aku malah tidak memikirkannya sama sekali.
Aku tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan ibuku. Aku tidak pernah tahu, kalimat seperti apa yang tepat untuk meresponnya.
Hingga setelah berpikir keras, aku baru sadar bahwa persepsi ibuku tentang rumah rapi merupakan refleksi dari jaman di mana ia tumbuh dewasa. Dia adalah bagian dari generasi Baby Boom.
Aku tidak terlalu dekat dengan ayahku, tapi aku ingat saat dia memberi nasihat tentang mencari istri:
“Datanglah ke rumahnya secara tiba-tiba. Lihat bagaimana pemandangan di sana. Kamu bisa mengetahui banyak hal dari wanita hanya dengan melihat bagaimana dia merawat rumahnya.”
Aku pikir, apa yang menjadi perhatian ibuku tentang rumah rapi, bersumber dari usahanya untuk memenuhi ekspektasi masyarakat di masa ketika ia masih muda.
Akan tetapi, tidak seperti ayahku, aku sama sekali tidak berpikir tentang rumah yang rapi saat menikahi istriku.
Yang aku pikirkan adalah tentang bagaimana aku menyukai apapun yang ia katakan, bagaimana dia membuatku merasa nyaman. Aku berpikir tentang murah senyumnya, aku menyukainya.
Aku berpikir tentang manisnya dia, dan penuh perhatiannya dia. Dan, bagaimana dia tampak seperti seorang ibu yang kuinginkan untuk anak-anakku nantinya.
Maka, setelah beberapa saat mencari kalimat yang tepat, akhirnya aku berkata, “Aku menikah bukan untuk sebuah rumah yang rapi. Tapi, karena Mel adalah orang yang siap menemani hingga aku mati nanti.”
Sepi.
Aku meletakkan piring kotor di tempat cuci, sebelum akhirnya ibuku berkata, “yah…mungkin itu jauh lebih penting ketimbang sebuah rumah yang rapi.”
“Iya, aku juga berpikir begitu,” kataku


Sedikit yang dapat kusimpulkan dari kutipan di atas dan tentunya dihubungkan dengan hal yang pernah kulihat, orang tua tetap akan mencampuri urusan peduli kepada kita meskipun kita telah membangun keluarga baru atau rumah tangga sendiri. Jadikan itu sebagai masukan, bukan beban, karena kitalah yang tetap memegang kendali atas rumah tangga kita sendiri. Berikan orang tua sedikit pengertian, bukan bantahan agar mereka mengerti bahwa ada batasan urusan yang dapat mereka campuri. Tenang, itu hanya opiniku pribadi. Kalian bebas berpendapat tapi tetap beradab.


Wassalamu'alaikum

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Calon Ibu Mertua

Catatan Introvert #1

Sampai Jumpa, Yogyakarta.