Drama Hidup : Tiket Pulang Kampung

Assalamu'alaikum.
Alhamdulillah hari ini aku berkesempatan untuk kembali mengunjungi keluargaku di kampung halaman.

Yaps, sebulan lalu, tepatnya dua minggu pasca aku diguling dan merayap memang kuberanikan diri mengambil risiko izin di hari kerja untuk bertemu keluarga. Bukan untuk berlibur, sekedar beristirahat dari hiruk pikuk manusia yang penuh drama.
Ohya, hidup itu memang penuh drama gengs, apalagi hidup gue, sikik sikik drama *lah. Aku teringat perjuanganku sebelum akhirnya berhasil tiba di rumah dengan selamat.

Semua bermula saat kepulanganku kemarin menggunakan bus, aku sangat antusias ketika kudapati tiket Lodaya Tambahan seperti lebaran Juli lalu. Wah, siapa yang tak senang? Aku bisa ke Bandung tanpa mengkhawatirkan jam pulang kantor, karena Lodaya Tambahan berangkat pukul 20:20, sedangkan Lodaya biasa berangkat pukul 18:50, sangat memacu adrenalin.
"Mas, ada kereta tambahan, fix ngga bareng sampeyan," ketikku pada teman kantor yang biasa menawarkan tumpangan sampai Cilacap ketika aku ingin pulang.
Saat itu pula aku segera memesan tiket pulang pergi untuk bulan Desember, alhamdulillah aman dan tenang karena bulan depan ngga perlu naik bus lagi, batinku.

Semua baik-baik saja sampai akhirnya meteor coklat menghujani ladang gandum *eh. Sore itu, seksiku sedang menyiapkan peralatan tempur full set untuk foto kalender di loket helpdesk. Aku yang tak mengerti harus membantu apa memilih di belakang ruang pelayanan berbincang dengan rekanku sebut saja Mas Pian. Mas Pian ini satu-satunya anak muda yang enak diajak ngomong Jawa karena dia berasal dari Jogja. Mungkin dia juga satu-satunya rekan kantor yang bisa diajak pulang kampung bareng karena searah, pun saat itu sedang membicarakan tiket kereta.
Beberapa menit pasca berbincang dengan Mas Pian, aku berinisiatif mengecek tiket berangkat yang telah kupesan dari aplikasi pesan tiket online Pegi-Pegi.

Dahiku berkerut.
Alis mata pun bertaut.
Aku mencoba membuka email untuk membandingkan, lalu membuka aplikasi Traveloka untuk mengecek tiket kembali ke Bandung. Ya, aku memang membeli tiket di dua aplikasi yang berbeda karena promo.
Oh nice. AKU SALAH BELI TIKET PULANG??!!
Saat itu aku masih tak percaya. Barangkali aku terlalu lelah dengan rutinitas hari itu sehingga aku tidak membaca tiket dengan baik. Alhasil, aku mengambil gambar layar tiket itu lalu mengirimkannya ke beberapa orang untuk dicek kembali. Dan benar, sekali lagi, AKU SALAH BELI TIKET PULANG.
Kakiku lemas, rasanya tak ingin kembali ke kos meskipun sudah jam pulang, pun tak nafsu untuk sekedar makan malam.

Emang salah tiket gimana?
Hmmm aku membeli tiket St Bandung ke St Solo Balapan untuk tanggal 25 Desember. Seharusnya? Yahh harusnya untuk tanggal 21 karena tanggal 25 liburan telah berakhir :(( so sad.
Dengan berat hati, aku mengabari bapak di kampung. Reaksinya? Yaa begitulah... Saya aja spechless sama kelakuan saya sendiri wkwkw.
Meskipun begitu aku tetap harus bersyukur. Masih untung aku disempatkan mengecek e-tiket walau sudah dua minggu berlalu baru disadarkan. Tak terbayang jika aku baru sadar saat sudah di Stasiun Bandung di hari keberangkatan, huwaaa tak tahu harus kek mana. Ini dia arti lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Tapi lebih baik lagi kalo ngga terlambat seh wkwkw.


Keesokan harinya saat makan siang, fokusku tersita oleh gawai dengan aplikasi berlatar biru muda favoritku ini.
"Ngapain sih fokus banget sama hp," sapa rekanku yang mungkin terganggu.
"Nyari tiket mbak, berharap dapet cancelan gitu, aku salah beli tiket jeh," jawabku memelas.
"Lah, salah gimana?" tanyanya lagi.
"Ah ngga tahu lagi lah aku," jawabku pasrah.
Keberuntungan belum ada dipihakku, tiket cancel selalu gagal kudapatkan. Rekanku yang lain pun turut prihatin, karena baru dua hari lalu dia masih bisa memesan tiket liburan ke Jogja dengan kereta yang sama denganku. Makin banyak orang yang iba denganku, tapi aku menganggapnya sedikit lucu. Aku pun tak lupa mengabari seseorang yang tak terlalu jauh di sana, ya bisi dia terlanjur ke stasiun tapi akunya ngga ada, pede banget ini :(( padahal boro-boro dateng, niat aja kagak wkwkw.

Agar tetap bisa pulang, dengan sangat berat hati lagi aku memutuskan membeli tiket bus, seminggu sebelum pulang. Pfffttt ... Sebenarnya, aku sudah tak mau menggunakan mode transportasi ini. Bukannya sombong, aku hanya ingin menghindari kemacetan mengingat kepulanganku kali ini bertepatan dengan libur panjang pegawai pun dengan libur anak sekolah. Aku sedikit trauma karena pernah hampir 18 jam menggunakan bus karena macet saat masih kuliah, akibatnya badanku lemas sekitar dua hari.
Kulajukan motorku menuju agen tiket bus Rajawali di Terminal Rawabango.

"Pak masih bisa beli tiket untuk tanggal 21?" tanyaku.
"Berapa neng? Udah pesen?" jawab bapaknya. Lah kagak nyambung.
"Satu pak, untuk tanggal 21," jelasku lagi.
"Oalahhh saya kira eneng mau pesen susulan yang ini," jawab bapaknya sembari menunjuk bus yang siap berangkat.
"Mau jam berapa neng?" tanya bapaknya kemudian dengan membuka buku catatannya.
"Yang paling sore pak," jawabku cepat.
"Kalo yang paling sore ya sama kaya yang ini neng, nanti sekitar jam4 udah siap," jelas bapaknya menunjuk bus itu lagi. Aku melirik jam yang ada di gawaiku, 17:10, wew sore banget. Dan dari depan terminal saja sudah macet, ya Allah kuatin fajar buat perjalanan pulang minggu depan, keluhku dalam hati.

Syukurnya, tinggal dua tiket yang tersisa untuk tanggal 21, dan dari dua tiket tersebut hanya satu kursi yang berada di dekat jendela, itupun kursi agak belakang. Hadeuh, tak apalah daripada ngga tahu lagi mau kek mana. Bersyukur, Jar.

Selasa, 18 Desember 2018
Atau tepatnya tiga hari sebelum keberangkatan. Pagi itu aku tak sengaja melihat story instagram temanku yang masih berburu tiket kereta api. Aku pun iseng membalasnya, ya meskipun udah megang tiket bus kan siapa tau ada rejeki.
"Itu buat tanggal segitu aja? Semua jurusan kah?" kebetulan temanku penempatan di Jakarta dan mencari tiket di tanggal 26.
Akupun melupakan balasanku itu dan kembali bekerja. Hingga akhirnya sekitar jam 2.30 aku kembali membuka instagram dan membuka dm, iya aku lupa kalo sempat membalas story teman.
"Cek aja jar di tiket.com," balasnya singkat. Hmm apa salahnya mencoba, akupun langsung mengklik link nya. Hmmm karena loading terlalu lama aku mencoba menggunakan komputer dan gotchaaa kulihat masih ada dua tiket Lodaya Tambahan tertera di sana.

Jujur saat itu aku bingung, bingung karena belum terbiasa dengan tampilan tiket.com via komputer, sedangkan aku lebih sering menggunakan traveloka via smartphone.
Mataku menyapu setiap sudut menu yang kira-kira nyambung untuk pesan tiket tanpa log in dulu karena aku memang tak punya akun.
"Jar, kalo berkas ini udah beres belum?" waduuhh, salah satu pegawai yang sangat care di seksiku nyamber ke mejaku ketika aku ingin fokus sendiri.
"Bentar pak bentar, habis ini ya," agak nglunjak memang wkwkw.
Pegawai itu pun tentunya kepo dengan apa yang kulakukan, koq serius banget.
"Apa sih? Wihh dapet tiket euy," teriaknya.
"Belum sih pak, masih usaha," mataku masih menyapu layar komputer sambil merapal doa "bismillah ya Allah semoga rezeki Fajar" berkali-kali.
"Gimana dapet ngga?"
"Yahh ngga dapet euy," jawabku lemas.
"Itu tuh masih loading, bukan ngga dapet, sabar atuh," tegurnya.
"Biasanya kalo muter lama ngga dapet pak," dan muncullah tampilan yang intinya aku harus isi identitas.
"Cepetan atuh isinya,"
"Iya pak, masih belum terbiasa ini sama layarnya," jawabku sembari mengisi data, bahkan aku bisa menulis NIK tanpa melihat KTP karena terbiasa pesan tiket sejak kuliah.
Biodata sudah terisi sampe bagian pembayaran dan aku bingung lagi dengan tampilan layar ini.
"Udah sana buruan bayar dulu," kata pegawai itu.
"Bentar bentar pak, ini aku beneran dapet tiket?" aku masih tak percaya saat itu.
"Iya itu mah udah, atau ngga tanya Mas Pri dulu bisa di cancel ngga tiket busnya," sarannya.
Aku pun segera berlari menaiki tangga untuk menemui Mas Pri di ruangannya. Sayangnya, Mas Pri belum pernah membatalkan pesanan tiket bus. Aku kembali ke mejaku dan meraih ponselku. Teringat bulan lalu agen bus itu pernah menghubungiku via telepon.
Aku segera mencari kontak panggilan tertanggal 16 November lalu. Segera kuhubungi dan alhamdulillah kudapat kejelasan bahwa tiket bisa dibatalkan dan hanya mendapat potongan 25%. Ah ngga masalah.

Dilema selanjutnya adalah... Aku ke Bandung sama siapa?
Aku segera menemui pegawai tadi yang sedang piket di helpdesk.
"Lah, masih di sini? Gimana bisa di cancel ngga bus nya?"
"Emm anu pak, bisa sih, tapi saya ke Bandung caranya gimana ya?"
"Ya sama Rizky aja atuh,"
"Hah? Kan Kak Rizky udah janjian mau bareng bapak Jum'at nanti," tanyaku terkejut.
"Udah bareng Rizky aja, saya mah gampang bisa bareng Pak Mahdi atau pake cara lain, yang penting kamu bisa pulang kan?"
Jlebb... Saat itu aku merasa berterima kasih banget sama pegawai yang satu ini dan segera berlari menyamber kunci motorku. Eh ternyata helm masih tertinggal di ruangan, ingin nekat karena jarak dekat ngga mungkin ada polisi tapi kusadar helm untuk keamanan jadinya ku lari ke ruangan lagi wkwkw. Orang seneng mah bebas, kata bapaknya.

Aku memakirkan motorku di swalayan samping Indosember karena lebih strategis. Aku pun segera berlari menuju ATM yang ada di Indosember hingga akhirnya langkahku terhenti saat kubuka pintu toko itu. Mataku menatap nanar ATM BR* yang diberi laber sedang dalam perbaikan. Otakku berpikir keras apa yang harus kulakukan setelahnya, karena mencari ATM lain hanya membuang waktu karena ku hanya tahu ATM terdekat lainnya masih lumayan jauh dari titikku sekarang. Sedikit menyesal mengapa tak ku bawa kartu Mand*r* karena disamping mesin BR* itu masih ada mesin Mand*r* yang bisa digunakan.

Kulangkahkan kakiku pelan dan kucoba memasukkan kartuku ke dalam mesin yang tidak sesuai dan boom. Meledak. Ngga deng. Ternyata masih bisa melakukan transaksi, ya maap aku kan ndeso, mungkin tetap bisa tapi kena charge. Mereun.

Lagi. Di menit-menit terakhir pun aku lagi-lagi asing dengan tampilan layar atm ini karena biasanya aku menggunakan atm BR* untuk pesanan traveloka. Berusaha setenang mungkin kubaca petunjuknya di ponsel sambil merapal doa "ya Allah semoga masih bisa dibayar," dan ternyata boom. Meledak. Ngga deng (lagi).
Transaksi anda tidak dapat diproses, kata mesinnya. Ya Allah, kek mana ni waktu udah mepet dan kucuma bawa kartu BR* + ponsel doang. Lemes kali lah rasanya.
Dengan kemantapan hati aku mencoba sekali lagi, kalau belum rezeki yaudah gpp, insyaAllah aku ikhlas. Kutekan tombol pelan-pelan, tak sesuai dengan ritme detak jantungku, sesekali kulirik petunjuk transfer di ponselku lagi. Dan. Alhamdulillah Ya Allah. Bisa.

Tak lama kemudian muncul pemberitahuan kode booking via WhatsApp dan email. Entah betapa senangnya hatiku saat itu. Yang terlintas di pikiranku saat itu orang tua, ingin segera memberi kabar tapi sepertinya tidak bisa di jam sekarang ini. Lalu terlintas dia, sebenarnya aku tau dia tak mungkin merespons karena sedang bertugas, pun dia sudah tak peduli lagi denganku sepertinya. Tapi tetap kucoba karena terlalu senang.

"Vaaaa.... Aku dapet tiket kereta,"
Kukirim dengan harapan dapat menemuinya di stasiun Jum'at nanti.

----------------------------

Selesai.
Cerita di atas real aku alami, hanya saja nama tokoh disamarkan semua wkwkw.
Jika kuingat masih tak percaya rasanya.
Berkali-kali gagal mencoba saat jauh hari dan pasrah terhadap keputusanNya, alhamdulillah Allah masih memberiku kesempatan saat H-3 keberangkatan. Iya, aku dapat tiket H-3 saat H-14 sudah kehabisan.
Jangan berhenti berdoa dan berharap pada Allah Swt ya gengs, kita tak tahu kejutan apa yang telah Allah Swt siapkan untuk kita.
Btw maap panjang nian ini wkwkw.
Terima kasih buat bapak pegawai paling care dan paling tahu perjuanganku dapet tiket ini.
 Kak Rizky yang selalu antar aku ke Stasiun Bandung tiap pulang meskipun selalu diancam mau diturunin di Cimahi.
Bapak akuuh yang selalu doakan aku.
Dan tak lupa temanku yang sempet"nya ngestory tentang tiket.com
Hatur nuhun pisan semuanyaaaa.. Love.

Wassalamu'alaikum. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Calon Ibu Mertua

Catatan Introvert #1

Sampai Jumpa, Yogyakarta.