Ketahanan Keluarga Versi Mas El

Asssalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh...
Langit semakin rajin menurunkan rezekinya berupa hujan.
Jaga kesehatan ya kalian :))

Akhirnya telah sampai di penghujung November, bulan dimana segala bentuk emosi kukeluarkan dan segala bentuk praduga justru terealisasi. Mungkin, November menjadi salah satu bulan kesukaanku, setelah Agustus tentunya. Meskipun emosi negatif mendominasi, tapi dari situ aku belajar untuk menjadi lebih dewasa. Tentang mengikhlaskan, tentang tanggung jawab, tentang menghargai orang lain, tentang maut yang datang tak terduga, tentang menerima kehilangan, tentang kepedulian, tentang rasa percaya terhadap orang lain, tentang cara mengungkapkan ketidaksesuaian, dan kesimpulan untuk tidak jatuh cinta lagi.

——— mungkin tulisan kali ini bakal agak panjang ——

Aku ingin membagi sedikit bahasan ringan dengan kakak tingkatku saat kuliah, sebut saja Mas El. Jujur, aku tidak terlalu mengenalnya, atau bisa dibilang tidak kenal sama sekali. Aku baru mengenal dia saat kami berada pada divisi yang sama dalam sebuah kepanitiaan, dan di akhir masa kuliah baru kusadari bahwa ternyata setahun ini kami berada di bidang organisasi yang sama. Maklum, minim interaksi dengan lawan jenis. 

Mungkin yang aku ingat hanya moment saat kami diwisuda di hari yang berbeda. Aku tak sengaja bertemu Mas El yang berlari dengan toganya, dan hanya bisa kusapa pelan, ah bisi lupa nanti dikira SKSD, pikirku. Sehari setelah itu, aku tak menyangka Mas El membalas story bergambar pin wisudaku dengan warna kunig cerah. Ucapan doa agar ilmuku berkah tertulis di sana, aamiin, MasyaAllah
Dalam hati aku berpikir, alhamdulillah aku memiliki kakak laki-laki yang baik di kampus ini. Ya, aku sering menganggap orang yang baik di sekitarku seperti saudaraku sendiri. 

Qadarullah, meskipun aku dan Mas El awalnya berkalung tak sama saat kuliah, kini kami bernaung di bawah instansi yang sama saat bekerja. Kami juga masih sama-sama di Jawa, aku di Barat dan Mas El di Timur, ehehe... 
Ya, seperti yang kuungkapkan di awal tadi, aku tak terlalu mengenal Mas El. Sedikit ku tahu, Mas El mungkin orangnya sopan, banyak kawan, sering berpetualang, suka membaca, tulisannya cukup bagus, aktivis, akademisi, shalih, cukup ngemong (?), sabar, hmmm apalagi ya... baik hati, tidak sombong, rajin menabung. Cukup deh, selain sedikit interaksi saat kepanitiaan, di media sosial pun kami jarang menyapa, ya iyalah ngga ada urusan juga wkwkw. 

Oke cukup segitu dulu deskripsi tentang Mas El. Oh ya, karena sebidang organisasi, jadi ada kemungkinan Mas El ini cukup kenal dengan "Dia" *ehh. Kampus sempit banget dah wkwkw.


Saat itu Mas El sedang mengunggah cerita tentang usulan penempatan bersama. Aku pun tertarik untuk bertanya, instansi mana yang menyediakan fasilitas ini untuk para pegawainya. Mas El pun menjelaskan bahwa itu salah satu fasilitas yang didapatkan temannya dari instansi sebelah. Rasa ingin tahuku bertambah, mana mungkin bisa sekantor sama suami/istri, yah karena di instansi kami hanya bisa satu kantor wilayah (kalo beruntung). Di luar dugaan, Mas El mengiyakan jika itu memang benar adanya. Percakapan pun berlanjut.

Aku : Hmm nek gitu kan mengurangi masalah rumah tangga. Kudengar B*** sempet ngadain seminar ketahanan rumah tangga.
Mas El : Iya penting banget buat pns kemenkeu. Wah baru denger, kamu ikut? (lah, naha jadi nanya gini?)
Aku : Engga mas, kemaren pas aku latsar dikasih tau pengujinya, pas evaluasi barengan sama seminar itu, dan sedihnya kata beliau angka perceraian cukup tinggi, ya karna harus kuat-kuat LDR gitu. (jawabku sendu, masih miris jika mengingat ekspresi yakin pembicara saat itu)
Mas El : Itu sebuah kenyataan yang bisa dihindari sebenarnya. Menurutmu apa yang bisa membuat perceraian tidak terjadi?
Eh, ini sangat di luar dugaan. Tak kusangka Mas El akan bertanya ke arah sana. 
Aku : Kalo itu misal faktor orang ketiga ya mungkin balik lagi ke iman masing-masing jadinya saling ngingetin buat jaga pandangan aja, terus biasanya yang membuat orang bertahan itu anak, bertahan dan ngalah demi anak. Itu kalo umumnya sih mas, kalo yg lingkup instansi karena masalah gitu-gitu aku kurang tau karena masih ngga habis pikir aja gitu kalo itu lumrah.
Aku berusaha menjawab dengan baik, takut-takut salah bicara atau ada kata yang kurang pas di benaknya. 

Aku : Jadi gimana? Ada tambahan?
Jawabku lagi karena Mas El tak kunjung memberi respons. Bukan karena tidak ingin terlihat buruk di matanya, hanya saja aku juga ingin tahu sudut pandangnya. 
Mas El : Aku ngga habis pikir, bisa ada orang ketiga dalam hubungan yang dilandasi iman kalau alasannya bukan karena syariat.
Mungkin kurangnya pendidikan rumah tangga sebelum melangsungkan pernikahan. Anak STAN kan identik dengan Setelah Tamat Akad Nikah, jadi nikah dengan bekal yang kurang bakal sulit untuk dipertahankan, melihat masalah keluarga yang dialami anak STAN itu berat.
Aku ngga yakin kalo temen-temen alumni MBM ada yang ikut masuk di data perceraian tadi, bila pisahnya bukan karena uzur syar'i.
Bener katamu tadi, sebenernya faktor anak itu cukup untuk mempertahankan pernikahan. Tapi, mungkin mereka punya pertimbangan pribadi seperti pengembangan karir, studi lanjutan, atau keluarga besar yang menekan mereka supaya pisah.
Jadi nikah itu jangan hanya dilandaskan pada keinginan pribadi aja si menurutku. Perlu melihat sisi lain di luar kita selaku calon pasangan. Pikirkan resiko yang bakal dihadapi sebelum melangkah lebih jauh. Bukan menyarankan menunda, tapi bersiap dengan segala keadaan nantinya.
Satu lagi, sebelum nikah ituyang paling utama kan niat sama visi. Kalo niat sama visinya sama dan sesuai, aku pesimis dengan adanya perceraian.

Whoaaaa.... Aku tak dapat berkata-kata lagi saat itu. Cukup senang dengan sedikit ulasannya. Pun aku jadi malu karena selama ini terlalu menggebu untuk menikah tapi tak ada kesiapan ilmu. Sedangkan Mas El ini, masih kalem-kalem aja, masih suka berpetualang menikmati indahnya Indonesia, mengabdikan diri untuk negeri, dan tentunya membaktikan diri pada orang tua.

Hmm Mas El ini dulunya sempat mengorbankan tenaga, waktu, dan pikirannya demi kami para cpns. Dan saat penempatan termyata ada satu kakak tingkatku juga yang mengenal Mas El dan berbagi bacaan dengannya. Pun dengan teman sekelas saat aku latsar adalah teman dekat Mas El saat kuliah. Ya gitu, anak STAN utamanya DJP lingkupnya seperti istilah temennya temenku wkwkw.

Note : intinya cuma pengen berbagi sesuatu yang sudah didiskusikan ringan aja. Bertukar pikiran dengan seseorang bukan berarti kita memiliki ketertarikan bukan? Ketertarikan untuk diskusi aja mungkin, karena realitanya aku dan Mas El memang tidak dekat wkwkw (sudah disebutkan berkali-kali).

Oh ya, kalo Mas El baca ini, cuma mau bilang "jazakallah khairan katsiran Mas, sering-sering aja bagi ilmunya" eheheh pede bets dah...
Foto di atas aku ambil dari media sosial Mas El pula :)
Wassalamu'alaikum

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Calon Ibu Mertua

Catatan Introvert #1

Sampai Jumpa, Yogyakarta.