Ketika Kukira Aku Istimewa : (1/4) Mulai Aja Dulu

Assalamu'alaikum.
Note : tulisanku tidak sekali jadi di waktu yang sama, bertahap, bisa seminggu, sebulan, bahkan setahun. Dan ini ---- cukup panjang, maka dari itu aku bagi entah berapa bagian ehehe. Ohya, bisa jadi cerita ini hanya fiksi belaka. Lagi bosen kerja soalnya, yang penting mah --- Mulai Aja Dulu!

"Pokoknya kamu gak boleh baper lagi lho ya, gak suka aku," pesan itu masuk dari sahabat karibku sebelum aku kembali ke tanah rantau. Aku sedikit tersenyum geli, apa aku semenyedihkan itu saat patah hati, hingga sahabatku melarangku untuk jatuh cinta lagi? Wkwkwkw

"Engga kok, aku sudah bersusah payah buat bangkit lagi seorang diri, seenaknya aja mau ngejatuhin lagi," jawabku agar dia tak khawatir.

"Betul, jangan mau dijatuhkan lagi sama dia. Pokoknya orang yang tepat pasti datang di saat yang tepat," ucapnya menguatkanku. Aku tak habis pikir, mungkin dia sesayang itu denganku :'). Dia tahu sahabatnya jarang tertarik dengan lawan jenis, tapi sekalinya ingin serius malah belum bertemu dengan orang dan waktu yang tepat, gapapa pengalaman.

Kalo udah kaya gini, Ajun jadi tempat gue minta pendapat, ya untuk mendapat sudut pandang laki-laki kelewat batas normal. Mungkin 13 April jadi puncak keraguan gue, selalu ada bisikan agar gue cemburu padahal Ujang bukan siapa-siapa gue. Oh ya sebut saja doi dengan nama Ujang, sifajar nama udah keren disebut Ujang wkwkw. Entah kenapa, sebuah kabar lokasi darinya setelah sekian purnama tak menyapa, menghadirkan dua rasa. Rasa senang karena masih diingat, dan rasa cemburu karena------- aku bisa menerka Ujang kesana sama siapa :" hmm. Dan entah dorongan dari mana, Ajun yang baru kukenal tiga minggu langsung kumintai pendapat atas apa yang aku pikirkan. Dia pun sedikit menjawab, poinnya adalah fight for nothing dan menjaga hubungan dengan mencoba bertahan. Tapi, Ujang tetaplah Ujang, tak mau ambil pusing tentang perasaan. Ajun dan Ujang adalah dua kepribadian yang jauh berbeda meskipun ada saatnya sikap mereka hampir beririsan. Dan keduanya tidak untuk dibandingkan.


Ketemu di mana? 
Gue gak terlalu mengenal Ujang ya karena selama 1,5 tahun ini interaksi dengan dia cuma empat kali (yang gue inget). Gue bukan orang yang kelewat ramah dan suka nimbrung sana sini buat berteman, ya asal kenal dan ada obrolan aja udah cukup sepertinya. Tapi, Ujang bukanlah orang baru yang mudah diajak berteman. Di antara rekan yang lain, hanya dia yang paling susah diajak bergabung. Gue gak terlalu mikirin sih, cuma ya kadang iseng aja kepikiran 'kenapa ya ini anak kaku banget, apa dia ada masalah ama gue, apa dia ilfeel ngeliat gue'. Gimana elo gak mikir, kalo dari 15 orang, cuma satu orang yang suka ngilang dengan seribu alasan.

Sampai pada suatu hari, gue lagi kebingungan nyari ruangan, dan kebetulan ada Ujang. Udah drama banget, seolah ada dua suara yang ngebisikin gue, di satu sisi 'ah si Ujang lewat lagi, pura-pura gak liat aja apa ya', dan di sisi lain 'sapa woy, tanya ke dia kalo lo gatau, dia temen angkatan lo, mau diem-dieman sampe kapan?'. Dengan muka tembok gue beraniin diri buat nanya dia dan apa yang gue dapet, GUE DIBERSININ GAES :((. Wkwkw kocak dah tu anak. Gue masih mencoba berpikir positif, mungkin dia alergi debu. Setelah sekiranya dia baikan, gue nyoba nanya lagi, dan GUE DIBERSININ LAGI GAES :((. Fix, ni anak alergi sama gue. Sejak saat itu, gue jarang notif kehadiran dia. Bahkan gue aja ngga inget kalo sekelompok dengannya pas ada diskusi. Itu interaksi pertama.

Yang kedua, gak tahu gimana ceritanya dia udah ada di depan gue nanyain tempat duduk senior. Gue ngga terlalu ngeh karena dia posisi berdiri dan tinggi, gue lagi duduk dan kita terhalang kubikal. Suara dia pelan banget, ampun dah pertama kali denger dia ngomong kenapa sih ada cowok suaranya sepelan itu. Gue beneran ngga denger dan cuma bisa jawab, "hah? Apa?" bukan berniat balas dendam, toh itu kata-kata wajar yang dilontarkan teman seangkatan, jadi bukan ngga sopan. Kemudian, dia berlalu begitu saja dengan aku yang masih merasa bodoh. "Itu temanmu kalem banget ya, suaranya pelan," komentar Ibu senior di belakangku. Nah, jadi bukan aku yang salah kan?

Yang ketiga, bukan interaksi sih, tapi gue ngerasa ngeliat dia aja wkwkw. Temen angkatan gue emang suka nongkrong di lantai bawah sebelum pulang, kebetulan lagi ada yang perlu dibahas. Entah ceritanya gimana tiba-tiba ketua gue nanyain, "Ujang mana Ujang?" gue pun ngewaro "udah balik kan barusan," dengan enteng.
"Ciee tau banget sih," gue cukup kaget karena reaksi ketua gue sungguh di luar dugaan.
"Lah emang iya kan mas, tadi dia balik emang ngga ada yang liat?" gue mencoba mencari dukungan, tapi semuanya tak memihakku, saling melempar pandang.
"Udahlah, keliatan banget kalo dari awal lu merhatiin Ujang," lagi-lagi bercandaan ketua gue ngga lucu.
"Loh iya toh? Bener gitu?" masku menoleh ke arahku, seolah meminta penjelasan.
"Engga mas engga," gue mencoba meyakinkan masku tapi sepertinya pikiran dia pun sedang menerka-nerka. Ohya, masku ini senior tapi seangkatan yg kuanggap mas (kakak) dan perhatianku saat itu ya ke masku ini. Duh kok jadi gini, serius gue ngliat dia pergi bukan berarti gue merhatiin cuma ya itu keliatan banget.
"Iya juga ya," kata masku, cukup membuatku mencelos. Dan gue kesel hari itu.

Yang keempat, udah gue ceritain waktu ketemu di Stasiun Bandung tahun lalu, saat kami udah ngga satu tempat kerja. Dimana kalo gue inget kejadian itu, gue ngerasa lebih istimewa dari sebelumnya. Selebihnya kita belum pernah ketemu lagi, atas keputusannya. Ya, mungkin ini definisi jarak dekat tapi hatinya jauh :'). Dan memang, kukira aku istimewa.

Gimana awal berteman? 
.
.
.
.
.
.
Kita sambung lain waktu :))

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Calon Ibu Mertua

Catatan Introvert #1

Sampai Jumpa, Yogyakarta.