Caraku Berkomunikasi Denganmu

Assalamu'alaikum kawan

Mungkin akhir-akhir ini kalian akan sering jengah dengan postingan yang aku tulis.
Iya monoton banget. Tentang rasa, rasa, dan rasa. Tapi semoga kalian ngga bosan, bukankah manusia dianugerahi Allah Swt untuk memiliki perasaan? Menurutku, perasaan itulah yang membuat hati kita lebih hidup karena menjadi peka terhadap lingkungan sekitar dan bisa lebih bersyukur atas apa yang telah Allah Swt berikan. Tapi, perasaan itu juga yang bisa membuat kita kalap akan kenyataan jika ia terlalu condong ke duniawi. Subhanallah, dua mata pisau banget yak.

Jika kalian sempat membaca postinganku tentang puisi yang aku tulis saat jam kuliah perpajakan berjudul "Puisi Untuk Pangeran" mungkin kalian tak kan menemukannya lagi karena telah kutarik dari peredaran hehe... Maafkan khilaf. Tapi tenang saja, aku belum terlintas niat untuk menarik Cinta itu Kebetulan. Eitss... bukan berarti kalian bisa menghujaniku dengan kelanjutan part 3/3 yak hmmm. Kalo boleh jujur, dulu sudah ada konsep 3/3, bahkan aku berharap ada part bonus atau extra part. Ya apa daya, saya ingin berpindah demi kebaikan jantung saya sendiri *loh. Doakan saja saya ingat dengan apa yang ingin saya tulis di part 3/3. Duhh...

Jadi ceritanya gini sob. Saya merasa Allah Swt cemburu ke saya, Allah Swt selalu Maha Penyayang hingga sangat menyayangiku. Dibuatlah patah hatiku (gpp ya random saya atau aku hehe) karena terlalu mengharapkan seseorang yang mungkin hanya angin lalu. Iya, setiap orang mengira mungkin dia akan menetap, tapi ternyata sama dengan yang lain. Kehadirannya tiba-tiba, membawa rasa, dan kemudian pergi tiba-tiba serta tak lupa meninggalkan luka. Uluhuluh. Ngaca mbak siapa yang nyuruh terlalu berharap? Hehe... Daripada melempar kesalahan, alangkah baiknya muhasabah saja. Karena ku tak suka melihat seseorang yang merasa sok paling tersakiti, maka dari itu saya juga tak ingin menjadi orang yang sok paling tersakiti. Bersyukur. Pokoknya Allah Swt sayang Fajar koq :)).


Suatu hari pernah tersentil dengan tulisan yang melintas di timeline pada intinya berbunyi, ucapan kita pada seseorang itu layaknya batu yang dilempar ke laut. Iya, memang tak terlihat bekasnya, namun kita juga tak tahu seberapa dalam batu itu tenggelam. Seberapa dalam ucapan kita menancap di hati orang lain. Dan jika kebetulan kamu adalah batu, maka mau tidak mau aku adalah laut. Inginku jadi laut yang kokoh, batu kecil tak berarti karena di dalamnya sudah ada terumbu karang. Hanya satu dari sekian problematika hidup anak polos.

Sedikit malu dengan ungkapan pada gambar di atas. Hanya kepada satu pria ia dapat berbagi air matanya. Namun, siapa sangka pria yang dia ajak berbagi air mata adalah pria yang membuat air matanya terbuang percuma pula. Allahu Rabbi. Betapa lemah hatiku. Kucurahkan isi hatiku pada Sang Pemilik Hati senja tadi. Apa aku bilang, Allah Swt masih sayang, dijawablah melalui perantara highlight instastory teman yang kebetulan dalam mode close friend berisi "bersabarlah dengan sabar yang baik". Meskipun ia pernah berkata ceritaku menarik untuknya, bukan berarti membuatku berhenti menulis hanya agar dia merasakan kecewa. Ahh itu bukan gayaku. Lagipula, kudengar perasaan perempuan yang kecewa itu susah pulihnya wkwkwkw...

Justru inilah caraku berkomunikasi dengannya, selain lewat doa. Masih berharap lewat doa pula? Duh maaf saya masih sayang perasaan saya sendiri. Ungkapan ringan namun dalam seperti "capek, bosan, tega, jahat, kecewa, dsb" memang tak pernah dianggap sepertinya. Doa yang kumaksud, dimudahkan untuk mengikhlaskan, karna saya orangnya mudah bosan. Harusnya sih saya juga bosan dengan kondisi ini. Tapi ada sebagian dari diri yang meminta bertahan. Duh apa yang harus dipertahanin ege -_-

Segini dulu yak, rencananya bakal jadi beberapa chapter (halah duta wacana). Bukan sedih yang berlarut-larut, hanya ingin berbagi semangat.

Wassalamu'alaikum...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Calon Ibu Mertua

Catatan Introvert #1

Sampai Jumpa, Yogyakarta.