Mendung (Lagi)

Bismillah... 
Peringatan : Aku memilih aliran seperti ini dalam menulis, lepas seperti di LINE. Jika kurang berkenan, terima kasih telah sempat singgah. Namun, jika berkenan, terima kasih telah menyempatkan membaca sampai selesai.

Ini hari kesekian dimana aku merasa tidak tidur dengan baik. Aku merutuki diriku sendiri yang terlalu bersikap overthinking hingga tak dapat beristirahat dengan nyaman, pun aku sedang dalam mode tidak ada yang bisa diajak berbagi. Pernah suatu siang dimana mungkin aku berada di titik terlelahku, aku tak sengaja tertidur di mushola dan saat terbangun seorang ibu menyapaku "tadi yang di mushola fajar ya? Keliatan pulas banget,". Hmm dari situ aku merasa, ada yang salah dengan diriku karena tak biasanya bisa seperti ini.

"Fah, udah bangun?" rutinitas Ibu di hari kerja. Iya, aku masih suka dibangunkan Ibu, sayangnya sekarang hanya dilakukan secara virtual. Ibu menulis pesan dari Karanganyar untukku di Cianjur tiap paginya, dan jika dalam beberapa menit tidak direspon, akan ada panggilan masuk ke ponselku. Terdengar manis bukan?

Pun demikian jika aku bangun lebih awal, "Ifah udah bangun, bu". Kalo inget ehehehe. 

Aku jadi inget, Ramadhan tahun ini ada yang sabar banget nemenin begadang sampai sahur, bikin nangis pula. Dan gak ada bosennya ngebantu bangun sahur meskipun berkali-kali gagal atau tetep gabisa makan. Terharu? Iya. Salut nggak sih? (paling dengan dinginnya dijawab engga). 

Terdengar lucu. Kek mana orangtua ngasih kepercayaan buat nikah muda kalo bangun aja masih diabsen, makan tinggal beli aja masih susah makan, kena angin dikit aja ngadu ke temennya di sana. 

Tak apa, nantinya pasti ada koq satu orang yang sabar mendengar keluhanku, sabar mengajariku mengurus rumah, dan tentunya percaya padaku untuk mendengar keluhannya juga. Nanti kalo udah ada, aku pasti undang kalian secara online ehehe. Ya paling engga, 1-3 tahun ke depan lah. Okey, balik ke topik.


Sudah beberapa minggu ini langit Cianjur terlihat sendu. Tak jarang juga langit benar-benar menumpahkan bebannya. Seperti Jum'at pagi ini, langit masih terlihat gelap meskipun aku tiba di kantor pukul 7:40 WIB. Tenang, bukan terlambat, saya sangat merasa diuntungkan dengan adanya flexi time yang urung kunikmati saat OJT di Jakarta. Pun kantor masih sepi, semua sangat menikmati Jam Krida, - ralat, kecuali Fajar. Aku memutuskan untuk mencari sarapan. 
Cianjur benar-benar terasa damai pagi itu. Jalanan tak terlalu ramai, cuaca tak panas, dan orang-orang terlihat bahagia. Di tepi jalan, aku menikmati bubur ayam tanpa kacang dengan kadar merica bubuk lebih dari cukup ditemani segelas teh hangat, hanya berdua, manis bukan?
Tenang, berdua dengan teman perempuanku tentunya.

Kembali ke kandang, seperti biasa akupun disambut hangat oleh senior-seniorku yang tak sabar meluncurkan kalimat bully-annya. Yah, itu sudah menjadi makananku sehari-hari.

"Jar, tadi ada yang nyariin," sapanya ketika aku belum sempurna menginjakkan kaki di ruangan.

"Siapa?" tanyaku tak kalah antusias.

"Saya," haha yang sederhana kaya gini yang bisa memunculkan rasa kekeluargaan di ruangan. Berlanjut dengan sesi dimana aku ditertawakan seisi ruangan hanya karena salah paham. Aku cukup senang, mereka terlihat tertawa lepas meskipun hanya sementara - - - - - karena hari ini, mungkin menjadi hari terakhir formasi penghuni ruangan yang penuh dengan makanan ini seperti sekarang. Yaps, aku mencium tanggung jawab baru. Mulai pekan depan, aku adalah anggota termuda dan satu-satunya perempuan di ruangan ini. Sebenarnya ini bukan kali pertama, saat OJT aku pernah di posisi yang sama sekitar satu bulan. Perempuan sendiri, paling muda, dan belum berkeluarga (doakan segera, hmmm).

Masih teringat guyonan senior yang semuanya telah berkeluarga ketika aku mengurungkan niat untuk pulang ke kampung halaman setelah menanti selama tiga bulan.
"Ngga jadi pulang?"
"Kenapa?"
"Ngga dibolehin orang tua?"
"Makanya jangan pulang sendirian,"
"Makanya pulang bawa calon biar ngga sendirian, jadinya dibolehin,"
Hmm menarik. Tapi, tak semudah itu juga.

Aku mencoba menerka, mengapa langit selalu mendung ketika aku merasa kalut.
Aku merasa ingin sendiri, dan memang kenyataannya aku selalu sendiri.
Mungkin alam tidak ingin aku terus murung. Langit menjadi sendu agar aku paham jika aku tak pernah sendiri dan langit bersedia menenangkanku.
Dengan turunnya hujan, bagian lain tak akan menderita kekeringan. Dan setelah turun hujan akan ada pelangi. Hmmm aku rindu melihat pelangi.

Langit benar-benar mendung, hujan turun begitu derasnya diiringi angin cukup kencang dan terkadang muncul kilatan cahaya di langit. Allahumma sayyiban nafi'an.
Mungkin jika aku di rumah, bapak akan memintaku pulang jika sedang di luar, kakek akan melarangku menyalakan televisi atau bermain gadget, nenek akan memintaku duduk di teras hingga hujan reda.
Itu hanya khayalan, kenyataannya aku diminta belajar berani untuk menghadapinya sendiri. Berdiam diri di rumah yang cukup besar. Terkadang aku menengok dari jendela, begitu mencekamnya keadaan di luar sana.

ZEE ALFA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Calon Ibu Mertua

Catatan Introvert #1

Sampai Jumpa, Yogyakarta.