Day-4 : Harapan di XXI

Assalamu'alaikum kalian
(sekali-kali jawabnya di komentar dong, masak visitornya gue sendiri mulu ehehe)

Sekitar dua hari yang lalu aku menanyakan kabar sahabatku dan berujung pada keluhan bahwa aku merasa lelah. Lelah disini bukan karena lelah fisik atau lelah akibat pekerjaan, entah bagaimana rasanya tapi aku menyebutnya lelah. Sahabatku meminta diriku untuk beristirahat saja, tapi aku masih harus menulis di bawah bayang-bayang mood yang kurang baik (jangan bilang "kapan sih jar moodmu bagus", itu berarti kamu tak menghargai perasaanku kali ini). Ia pun memberi saran setidaknya cukup seminggu sekali saja menulis atau tidak harus di-update tiap hari asalkan aku menyempatkan menulis tiap hari (dalam draft). Jadi, kedepannya mungkin aku tidak update tepat waktu karena harus berulang kali memperbaiki tulisan sebelum akhirnya aku publish. Dhafin benar, butuh kekuatan lebih untuk menulis tapi aku menyukainya. Perlu digarisbawahi bahwa sahabat yang kumaksud bukan Dhafin ehehe... 

Bertemu dengan 4 Agustus untuk ke-21 kalinya membuatku merasa sangat bersyukur karena Allah Swt masih memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri dan berusaha membuat orang lain tersenyum. Sayangnya, kali ini bertepatan dengan weekend, waktu dimana aku merasa sendiri dan sering bosan. Tapi tak mengapa, bukankah memang tak ada yang peduli, bahkan mungkin tak seharusnya diingat. Setelah pagi tadi diriku dikalahkan oleh rasa mager untuk menghadiri Bedah Bukunya Kang Abay di Smansa Cianjur, aku tak membiarkan malam ini diriku dikalahkan rasa mager untuk kedua kalinya di hari yang sama. Kulajukan motorku seorang diri menuju tempat makan yang telah aku temukan di instagram senja tadi. Entah aku yang kurang teliti atau memang lokasinya tersembunyi, aku tak dapat menemukan tempat makan itu meskipun telah kuulang dua kali. Aku memutuskan mencari tempat lain namun nihil. Aku sempat memakirkan motorku di depan cafe yang sedikit ramai namun ketika masuk, aku mengurungkan niat untuk duduk karena konsep cafe yang self assesment a.k.a disuruh masak sendiri, ini membuatku terlihat makin ngenes karena aku datang seorang diri di tengah ramainya muda-mudi. Kocaknya, pilihanku jatuh pada cafe yang berjarak sekitar 300m dari kost setelah kutempuh perjalanan lebih dari 30menit. Ini sangat memalukan. 

Ditemani segelas milkshake Chocolate dan nasi ayam, aku mulai nyaman dengan duniaku sendiri. Mungkin ini definisi me time. Adanya wifi di tempat itu membuatku khilaf hingga akhirnya aku lupa akan niat awalku mengisi blog karena instagram dan YouTube terlihat lebih menarik sembari membalas beberapa ucapan dan doa kawan yang masuk ke Androidku malam itu. Selera makanku sempat hilang ketika emosiku tersita pada pesan masuk seseorang yang kutunggu bersama rasa kecewa yang tak pernah lupa mengiringi kehadirannya. Baiklah, lupakan dia. Sejenak aku tersadar, aku ke tempat ini dengan motor sedangkan yang lain mobil keren. Dan aku kesini tertutup rapat seorang diri, sedangkan kulihat mereka sekeluarga berwajah oriental. Feel so awkward. Masa bodoh. Aku hanya butuh waktu untuk menyendiri sekarang. Thanks for coming, begitu ucap beberapa pelayan cafe ketika aku hendak melajukan motorku di tengah dinginnya malam. 

Oke sekian dulu cuap-cuapnya karena pasti tak berujung. Sekarang ke inti pembahasan yakni tema Day-4 yang ingin kubagi adalah your dream job. Ini sedikit lucu jika dibahas karena aku bukanlah anak sekolah lagi yang harus ditanya Susan tentang kalau gedhe mau jadi apa. Yak meskipun kemarin beberapa orang di kantor menganggapku bocah PKL SMK karena pergi ke kantor memakai sneakers *duh, tapi tetap saja aku telah memiliki pekerjaan yang jika ditanya orang akupun tak tau pekerjaanku ini disebut apa *ngga deng. Mengapa lucu? Kesannya aku tidak bersyukur dengan apa yang telah Allah Swt beri sekarang sehingga mengandai-andai ladang lain karena rumput tetangga selalu lebih hijau. Lalu terjadi keributan layaknya kursi camaba seperti "ngga bersyukur banget sih, udah dapet SN malah ikutan SB, eh yang diambil STAN, kan mematikan kesempatan orang lain". Baiklah rezeki tiap orang telah diatur. Okey awalnya aku membayangkan teacher, enterpreneur, writer, etc ketika mendengar kata job. Tapi pikiranku berubah ketika job itu dihubungkan dengan dream, lu ngomong apa sih jar. Sebuah profesi mulia yang mungkin juga diperebutkan oleh banyak kaum Hawa di luar sana.


Jadi kaya Mbak Dewina, Ibunda NAJWA
Yaps pasti beberapa dari kalian ngga asing dengan sosok muslimah yang satu ini. Aku sendiri baru mulai mengenal beliau saat di bangku kuliah, beliau memang inspirator muslimah era kuliah ngga sih? Hujan sore itu membuat kami berteduh di Gedung C saat menunggu kencleng. Aku hanya mengamati Khoi, Vika, dan Mbak Achib sedang meributkan sebuah buku berwarna sangat feminim berjudul Awe-Inspiring Me. Lambat laun ku ketahuilah penulisnya dan sampai sekarang aku masih mengikuti postingan keluarga cemara nan meneduhkan ini berjuang di Inggris. Si kecil yang manis itu bernama Najwa, anak pertama dari Mbak Dewi dan suaminya Pak Rhevy. Najwa ini masyaAllah, selain dikaruniai perangai imut nan manis, dia juga cerdas dan lembut hatinya. Mungkin bisa dibilang kedua orangtuanya aktivis dakwah dan sedang menempuh pendidikan S3 di Inggris. Meskipun kedua orang tua Najwa sedang sibuk-sibuknya menjadi penggerak di bidang masing-masing, si kecil yang manis ini tak kehilangan kasih sayang orangtuanya, mereka tetap merawat Najwa dengan baik. Dan kini, Najwa akan menjadi seorang kakak, tabarakallah. Dari postingan yang kubaca, Najwa dikelilingi ucapan-ucapan yang positif.

Jadi, kesimpulannya gimana? Mau bikin keluarga di luar negeri?

Bukan, bukan itu. Meskipun, aku tak bisa berkilah jika memang ditakdirkan begitu. Aku hanya ingin menjadi seorang bunda yang baik untuk anak-anakku dan jadi istri yang sholihah untuk suamiku kelak. Tetap bisa menempuh pendidikan tinggi karena ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya. Tak melulu sang buah hati yang belajar, sebagai orangtua pun ikut belajar dalam mengikuti perkembangan anaknya dan jangan gengsi untuk mengaku salah. Karena anak punya bakat meniru apa yang ada di sekelilingnya. Tak jarang di luar sana, muslimah bergelar S2 dengan senang hati menjadi ibu rumah tangga, tak melulu mengejar karier hingga menelantarkan anaknya. Namun, semua itu tentu perlu kesepakatan bersama dengan melihat situasi dan kondisi yang ada. Aku pun tak menuntut seorang suami yang pendidikannya lebih tinggi, asal dengan ilmu agamanya mampu tetap meneduhkan dan membawa keluarga kami ke jannah nanti. Ah sepertinya ada yang kurang suka jika mimpi terlalu tinggi.

Oh ya, aku pernah merasa geli ketika tiba-tiba sebuah pesan Whatsapp masuk ke kontakku berisi sebuah pertanyaan dari adek kelas SMA, "mbak, punya kakak perempuan gak?" seketika aku berpikir dengan siapa lagi aku dibilang mirip, "aku anak pertama tuh" jawabku singkat. Satu menit kemudian masuk balasan sebuah foto disertai tulisan "kirain ini kakak e mbak". MasyaAllah, batinku. Foto Mbak Dewina dengan segala profil positifnya, padahal adek kelasku ini belum pernah bertemu denganku,tentu aku tak percaya. Aku merasa masih jauh di bawahnya, entah dalam hal dunia maupun akhirat. Mencoba kubagikan pengalaman lucu ini dan mendapat reaksi yang sama, "mayan mirip sih, sekilas," balas teman SMA-ku. Waduh, berat. Akupun membela, "yang sekilas mah banyak karena pake kacamata,". Tapi temanku tetap kekeuh, "lebih mirip ke muka zee," belanya.

Pernah suatu hari aku bertanya kepada beberapa teman perempuanku, "kalo kakak kelak jadi seorang ibu, mau dipanggil apa?". Sontak membuat lawan bicaraku menatapku dengan tatapan aneh karena pertanyaan itu terlontat tanpa aba-aba. "Koq nanya gitu?". Aku hanya bisa menatapnya polos, "kenapa? Bukankah kita juga akan menjadi ibu? Apa itu hal yang tabu?". Kemudian ia mulai menikmati alur pembicaraan ini hingga akhirnya bertanya balik, "kalo kamu mau dipanggil apa?". Inilah yang kutunggu, "entahlah, aku belum terlalu memikirkan itu tapi tiba-tiba random pengen dipanggil bunda, enak aja didengar dan terlihat manis, bapaknya terserah deh mau dipanggil apa, ngga harus ayah, tapi kalo bisa aku dipanggil bunda," terangku padanya kekanakan.

Pssttt.... Mbak Dewina nikah di usia 21 tahun loh. Cuma FYI aja ehehe...

Ohya kebetulan hari ini Mbak Dewi open Q&A di akun instagram pribadinya yang intinya membahas bahwa beliau insyaAllah akan kembali ke Indonesia bulan November nanti dan tentang buku ketiganya. Hmm aku jadi tertarik membeli bundel semua buku karyanya. Barangkali kalian ada yang berniat memberiku hadiah buku ini, dengan senang hati kutunggu di alamat kantorku eheheh...

Salah postingan yang kusukai di antaranya ini, sebuah cerita sederhana yang kukutip sebagian dari akun instagram beliau @dewi.n.aisyah :
Jadilah sepulang shalat ashar berjama’ah, sang ayah bergegas menuju toko muslim di dekat masjid. Tanpa diduga, pak suami membawa pulang hadiah kecil (berukuran besar) utk Najwa. Sebuah Al-Qur’an!! Mushaf berwarna merah tua dgn ukuran lebih besar dr kertas A4 dgn rasm Ustmani yg diterbitkan oleh Al-Azhar. Meski ternyata harganya bisa 4-6x harga Qur’an di Indonesia, tp itu adalah reward utk si kecil (puk puk celengan 😁).
.
Tahu bagaimana reaksi Najwa?
Matanya berbinar dgn ekspresi surprise khasnya,
“Is that for me? Woow.. thank you ayah! That’s very kind of you”, ujarnya.
“Buat bunda aja gimana? Bagus bgd Qur’an Najwa”, ledek saya.
“Nope bunda. You already have the purple one. Qur’an bunda is the tiny winy one, ayah has the small one, and I have the BIG one!”, sahutnya sumringah.
.
B: What do you think? Can you read it?
N: Yes, this is sooo much better! *jwbnya udh ky reviewer 😂
B: Najwa yg rajin ya baca qur’an nya...
N: Ok bunda, so I can get a looooot of rewards from Allah
.
Masha Allaah.. Dan di hari ini, ia selesaikan membaca 2 halaman Al-Qur’an. Smg Allah tambahkan berjuta keberkahan utkmu nak, Allah limpahkan kebaikan dlm tertatih belajarmu, Allah tanamkan kecintaan Qur’an dlm hatimu selalu.

Oh ya, part penutup ini sepertinya tak perlu dibaca. Aku hanya ingin mengucapkan semoga kebaikan kalian dibalas oleh-Nya. Aku terharu ketika satu per satu doa baik terucap. Rasanya seperti kalian hadir di depanku, pengen peluk, padahal kenyataannya aku sendiri saat itu. Nuhun Kak Erik, Dhafin, Okta, Kak Sintya, Silvia (hadeh kapan kita bisa ketemu), Atika (kangen parah ngga sih?), Mas Bagas, Mas Ahid, Ucik (kangen ngasist lagi ngga sih?), arek E(dan), Ghozali yang beda 9 hari doang, Yaya yang selalu sengaja mengakhirkan, Aditya, Febri, Dek Novita, Kak Irma, Nona Wang yang gagal maen bareng mulu, Faridah (seatmateku, nangis aku dapet voicenote jadi pengen pulang, love), Khoi makasih udah nyemangatin buat nulis (semoga aku tetap bisa santun dan murah senyum), Qona, Anis, Putri, Diana, Elis & Dwi (kapan mentoring bareng lagi?), Ane, Anggun miss you so much, Daniel, Vic sampe disusulin segala dan teman" Pondok Gede yang semoga solid seterusnya, anak-anakku Rumbati 32 semangat terus ya kuliahnya (first gath sama mereka tepat setahun lalu, ingat suaranya yang menarik perhatian seantero plasma). Aku yang sekarang juga tak lepas dari doa-doa kalian sebelumnya. Terus dapet apa jar dari keluarga? Jujur orang tua tuh emang ngga inget sama tanggal lahir siapapun ehehe tapi orang tua selalu memberi apa yang kita butuhkan, ngga usah nunggu setahun sekali, dan doa orang tua insyaAllah selalu terpanjat setelah salam. Love you ibu bapak. Butuh pintu kemana saja ngga sih? Untuk sekarang, aku hanya ingin menjadi alasan mengapa orang lain tersenyum, tertawa karena cinta, dan menangis bahagia. 

Dan sebaik-baik jodoh ya di surga jar - Khoi

banyak kok temenmu, cuman mereka sedang belum bisa nemenin kamu aja :( - Azizah

Kelak, cari aku di surga ya sahabat :)
Dari hatiku yang paling dalam, aku menyayangi kalian.

Best Regards,

Fajar
Wassalamu'alaikum 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Calon Ibu Mertua

Catatan Introvert #1

Sampai Jumpa, Yogyakarta.