Monolog Hidup : Aku (Masih) Baik-Baik Saja

"Buk, aku sakit,"
"Dek, aku sakit,"

Entah angin apa yang membuatku memberanikan diri mengirim pesan itu saat matahari belum terlalu tinggi. Lemah kamu, gitu aja ngeluh, bikin yang di rumah panik aja!
Syukurnya, aku tak mendapat respon yang berarti, bahkan hingga malam ini pun tidak ada pesan masuk barangkali berbunyi, "udah minum obat?" atau "udah sembuh / baikan?". Sisi baiknya, mungkin aku telah dianggap mampu hidup sendiri. Ya, benar-benar sendiri. Sebut saja mandiri, untuk menghiburku.

"Sepertinya keseimbanganku tidak bagus hari ini," celotehku tiba-tiba pada rekanku yang tiba-tiba iseng menepuk bahu.
"Kenapa? Pusing? Sini pegang tanganku," tawarnya penuh perhatian.
"Engga, aku baik-baik saja, hanya saja mungkin aku terbangun terlalu pagi dan tertidur terlalu malam," kilahku. Dan setelahnya, aku bersyukur masih bisa bercanda dengan mereka.

Entah karena apa, terlalu banyak hal tidak penting yang bersemayam di benakku. Aku ingin mengusir mereka, namun mereka tak pernah mau angkat kaki, bahkan mengundang kawan-kawannya lagi. Pada intinya, aku ingin berubah mulai hari ini. Pecundang ini merasa bahwa dirinya masih dalam tahap mencari jati diri. Yah, semacam konflik batin. Cih, di abad ke-21 dan usia-21 masih aja, malu!

"Kamu teh kenapa?" sapa seorang ibu dengan tatapan khawatir dan suara yang mendayu. Jangan, jangan tatapan itu. Kamu telah merusak semangat orang lain pagi ini! Aku menggeleng, tanpa mengurangi rasa hormatku, kutatap matanya sekilas dan kusempatkan tersenyum pergi.

"Kak, aku sakit," ucapku lirih. Dimana aku tak tahu lagi pada siapa aku mengaduh.
"Matamu merah," ucapnya mengiba. Jangan, jangan tatapan itu lagi.
"Aku menenangkan diri saja ya, ngga kuat," pamitku pergi.

Semenit. Dua menit. Sepuluh menit. Setengah jam.
Aku menyerah. Tak ada tempat dimana aku bisa benar-benar sendiri. Semakin orang melihatku, semakin aku membenci diriku sendiri. Dasar lemah! Jangan, jangan tatapan iba itu lagi. Aku baik-baik saja.
Aku memutuskan untuk pergi barang satu jam. Aku tak ingin merusak hari bahagia ini.

Payah, kamu pergi terlalu lama. Pengacau. Kau telah mengacaukan segalanya!
Hampir empat jam aku pergi tanpa kabar, pun tak ada orang yang menanyakanku. Aku baik-baik saja.


Aku kembali dengan sedikit bisa tersenyum lagi. Namun, mungkin aku kurang ahli dalam bermain topeng.

"Kenapa kamu?"
"Kamu beneran gak papa? kaya lemes hari ini,"
"Nanti pulang langsung pulang ya, jangan ditunda,"
"Kamu kenapa? Kalo ada masalah bilang, jangan dipendem sendiri,"
"Udah, ngga usah dipikirin,"

Aku lelah. Maafkan aku. Aku baik-baik saja. Percayalah.
Tapi, ada sedikit haru di sana. Ada setitik rasa peduli yang kutangkap.
Pada dasarnya, aku hanya ingin mengubah karakter yang kumainkan. Dari yang sangat berisik menjadi lebih tenang dan kembali pendiam.

Senyumku semakin mengembang tatkala sore itu mendapat kunjungan.
"Kamu kenapa? Kaya sedih gitu, tapi ngga deng, masak sedih ketawa mulu," ucapnya hangat.
Untuk pertama kalinya, kutatap netra itu dan kuberanikan diri untuk tersenyum, "beginilah saya," jawabku pendek. Tuhan, ampuni aku.

Di waktu yang berbeda, ada bayangan yang menarik tanganku, hingga aku jatuh dalam dekapannya.

Sampai kapan kamu mau seperti ini? Menangislah di pundakku, tak akan ada orang yang melihatnya. Tapi berjanjilah, setelah ini kamu benar-benar dalam keadaan baik-baik saja.

Detik itu, aku tak ingin kembali. Telah kudapatkan sedikit gambaran jika aku memang pergi.

Karena hidup itu pilihan. Dan menjadi terlihat baik-baik saja adalah pilihanku saat ini.

ZEE ALFA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Calon Ibu Mertua

Sampai Jumpa, Yogyakarta.

Catatan Introvert #1